SELAMAT DATANG DI WHISPER OF THE HEART

Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Jangan lupa untuk comment dan follow :)

Selasa, 25 September 2012

CERPEN CINTA BERTABUR FANTASI


 KISAH FANI
 
Di sudut gerbang SMA Indonesia terlihat seorang gadis yang sedang menunggu jemputannya dengan mengenakan ransel biru langit kesayangannya. Gadis tersebut bernama Fani, ia merupakan gadis berumur 16 tahun yang masih duduk di kelas 1 SMA. Tidak lama kemudian, sebuah mobil hitam kelam berhenti di hadapannya.
“Non, ayo pulang!” kata seseorang di dalam mobil itu yang ternyata adalah sopir Fani.
“Iya Pak. Tapi sebelum pulang, kita pergi ke warung mie ayam di seberang jalan itu ya Pak. Perut Fani lapar banget nih,” sahut Fani sambil memegang perutnya.
“Siap Non,” jawab sopir Fani yang bernama Pak Bejo.
Mereka akhirnya pergi ke warung mie ayam, namun ketika hendak memarkir mobil, terdengar suara teriakan dari belakang mobil Fani. Fani segera turun dari mobilnya dan bergegas ke arah teriakan tersebut. Terlihat sosok manusia berjubah hitam pekat dengan sepatu kulit merah kusam yang tersimpuh di atas jalan. Fani langsung membantu orang tersebut untuk bendiri. Saat itu juga Fani melihat mata hijau jamrud dari balik jubah orang itu. Kepala Fani terasa sangat berat hingga Fani tidak kuat menahannya, dan akhirnya Fani jatuh pingsan. Pak Bejo kebingungan melihat Fani yang tergeletak lemas di atas lantai. Ia melihat ke sekeliling untuk mencari orang yang berteriak tadi, namun anehnya Pak Bejo tidak melihat satu orangpun di daerah tersebut. Pak Bejo semakin panik dan memutuskan untuk membawa Fani ke rumah.
Setelah beberapa jam kemudian, Fani belum juga sadar dari pingsannya. Seluruh anggota keluarga Fani sangat khawatir dengan keadaannya. Mereka memutuskan untuk menjaga Fani di kamarnya hingga Fani sadar.
Tengah malampun tiba, Fani mulai dapat membuka matanya perlahan. Ia melihat kedua orang tuanya tertidur lemas di atas sofa di dalam kamarnya. Ia mulai mencoba menggerakkan tangannya, lalu kakinya.
“Aduuuh,, perutku lapar banget. Ada makanan gak ya tengah malam gini?” kata Fani perlahan.
Fani pergi ke dapur untuk mencari makanan, namun ia tidak menemukan makanan di sana. Kemudian Fani membuka lemari es yang biasanya penuh dengan makanan ringan, namun Fani juga tidak dapat menemukan makanan di sana. Fani sangat kecewa, akhirnya ia memutuskan untuk tidur dan menahan rasa laparnya hingga esok hari.
Fani mulai memejamkan matanya, ia tidur dengan sangat lelap. Tiba-tiba Fani mendengar suara lonceng yang memekakan telinganya sehingga ia terbangun. Ketika itu yang dilihatnya bukanlah kamarnya yang indah dan rapi, namun sebuah hutan lebat yang di huni oleh banyak binatang aneh. Diantaranya adalah seekor kelinci yang berukuran raksasa, kura-kura tak bercangkang, ular tanpa kaki, burung elang tanpa paruh, dan yang lebih menakutkan adalah pohon-pohon yang memiliki mata, hidung, dan mulut.Fani merasa ketakutan, ia menatap sekelilingnya sambil menangis.
“Dimana aku ini? Aku ingin pulang!” teriak Fani.
“Tenang, jangan takut. Kamu berada di Negeri Mimpi. Semua yang tidak bisa kamu lihat di dunia nyata bisa kamu lihat di sini. Jadi, kamu jangan heran kalau kamu melihat sesuatu yang sangat aneh dan jauh berbeda dari yang biasa kamu lihat di dunia nyata,” kata seseorang yang berdiri tepat di belakang Fani.
Fani berpaling ke arah suara itu dan menatap mata orang itu. Matanya tidak asing lagi bagi Fani, cahaya hijau jamrud tajam bersinar dari mata orang tersebut.
“Kamu! Kamukan orang yang aku temui tadi. Kamu yang sudah buat aku pingsan. Ngapain kamu di sini?”tanya Fani ketakutan.
“Namaku Lei, maaf tadi aku sudah membuat kamu jatuh pingsan. Sebernarnya aku tidak bermaksud membuat kamu pingsan, mungkin karena cahaya mataku yang terlalu tajam di dunia nyata membuat kamu sakit kepala melihatnya. Untuk menebus kesalahanku aku akan menjamu kamu dengan banyak makanan di hutan sana. Aku tahu perut kamu sangat lapar, mari ikut denganku!” ajak Lei sang manusia berjubah.
Dengan lugunya Fani mengikuti Lei masuk menelusuri hutan. Semak-semak belukar yang berdesis saat itu membuat Fani merinding. Hawa dingin hutan itu menusuk ke seluruh tulang Fani. Namun semuanya menjadi terasa semakin hangat ketika ia melihat sebuah gubuk di tengah hutan. Lei mengajak Fani masuk ke dalam gubuk tersebut. Terlihat berbagai jenis mie yang dihidangkan di atas meja. Gadis penggemar mie ini pun tidak segan-segan menyantap berbagai hidangan mie tersebut. Perut Fani yang belum terisi sejak tadi siang membuat Fani sangat lahap menyantap hidangan yang ada di atas meja, hingga tak terasa ia menghabiskan seluruh hidangan tersebut. Beberapa detik kemudian, hawa hangat yang menyelimuti gubuk itu berubah menjadi hawa yang tidak bersahabat. Suhu udara di sekitar gubuk meningkat seakan membakar kulit Fani, cuacapun berubah menjadi hitam kelam. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh petir, dan terlihat sosok bayangan hitam di depan gubuk. Fani keluar dari gubuk untuk melihat sosok apakah itu. Sosok tersebut terlihat seperti nenek-nenek berambut putih panjang, dengan tongkat ular hijau yang sudah lapuk.
“Hahahahahaha, anak lugu yang sangat manis, dan rakus! Hahahahahahaa, kerakusanmu telah membebaskanku dari kurungan maut penduduk Negeri Mimpi. Sekarang aku akan menjadi penguasa Negeri Mimpi kembali. Hahahahhahahahhaha,” kata sosok tersebut yang ternyata adalah penyihir jahat bernama Regina.
“Siapa kau? Apa maksud dari semua ini? Aku tidak mengerti,” jawab Fani dengan nada ketakutan.
“Faniku sayang, dulu aku adalah penguasa di Negeri Mimpi ini. Dulu negeri ini adalah negeri yang sangat menyenangkan buatku. Penuh siksaan, kesedihan, penuh permusuhan, dan yang pasti tidak ada kedamaian seperti sekarang ini. Namun suatu ketika, penduduk Negeri Mimpi mengadakan pemberontakan dan mereka semua bersatu membuat sebuah ritual untuk mengurungku di hutan ini. Batas waktu kurunganku adalah hidangan mie yang kamu makan tadi. Satu helai mie berarti satu tahun tahanan buatku. Jika mie itu termakan habis oleh manusia dari dunia nyata, maka waktu tahanan untukku akan punah. Aku menugaskan pesuruhku yang bernama Lei untuk mencari seorang manusia lugu dari dunia nyata yang mudah untuk dipengaruhi. Dan kau adalah manusia yang tepat Nak! Kemudian aku menyuruh Lei untuk menghipnotismu di kala kamu sedang lapar. Dengan tujuan ketika kau masuk ke Negeri Mimpi,kamu dalam keadaan lapar dan dapat menghabiskan semua hidangan mie yang ada di gubuk itu. Hahahahhahaa… Dan kau! Kau telah berhasil memakan seluruh hidangan mie, kau telah berhasil membebaskanku. Hahahhahaa,” kata Regina.
“Tidak! Tidak mungkin! Tidak! Ini hanya mimpi. Aku harus segera bangun dari mimpi buruk ini,” teriak Fani sambil menampar-nampar wajahnya.
“Hahahahaha…. Percuma! Kau tidak akan bangun dari mimpi ini sebelum ada orang yang membangunkanmu! Hahahhahahahhahahhaha,” kata Regina.
Fani tetap menangis memohon agar dirinya terbangun dari mimpi buruknya. Tidak lama kemudian terpancar sinar dari batu permata merah delima ke arah penyihir jahat.Penyihir tersebut menghilang, dan datanglah penjaga hutan berbadan besar dengan kalung batu merah delima di lehernya.
“Apa yang kamu lakukan di hutan ini? Apa yang telah kamu perbuat? Kamu telah makan semua mie di dalam gubuk itu? Apa kamu sadar perbuatan yang kamu lakukan itu membahayakan seluruh penduduk Negeri Mimpi!” kata penjaga hutan tersebut.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuat negeri ini menjadi kacau. Aku benar-benar merasa lapar saat itu, aku tidak tahan melihat berbagai macam mie di dalam gubuk sana. Sekali lagi maafkan aku,” kata Fani sambil menangis di kaki penjaga hutan.
“Sudah! Sekarang kamu ikut aku!” perintah sang penjaga hutan.
Penjaga hutan menyeret paksa Fani keluar hutan, kemudian Fani dibawa ke segerombolan orang di sebuah desa. Fani terkejut karena ia melihat penduduk Negeri Mimpi terlihat seperti manusia di dunia nyata. Penjaga hutan menceritakan semuanya pada para penduduk, dan Fani mencoba menatap seluruh penduduk yang berkumpul di desa itu. Sorot mata para penduduk tampak seperti api yang membara yang dipenuhi dengan kebencian. Fani sadar ekspresi penduduk menampakkan mereka sangat marah padanya, Fanipun langsung mengumpulkan keberanian untuk meminta maaf pada mereka semua. Namun penduduk tidak bisa memaafkannya, Fani telah membuat satu kesalahan besar yang sulit diampuni. Akhirnya Fani dikutuk akan terus masuk ke dalam Negeri Mimpi sampai ia dapat menyelesaikan masalahnya. Fani benar-benar tidak sanggup dengan kutukan itu, ia berlari ke belakang pohon untuk menenangkan dirinya. Ia tidak dapat berfikir lagi, selainberfikir tentang bagaimana ia dapat mengalahkan sang penyihir tanpa bantuan dari penduduk Negeri Mimpi.
Suara isak tangisan Fani menghiasi malam dingin di Negeri Mimpi. Tangisannya mengundang seorang pemuda datang menghampirinya.
“Kamu Fany? Kenalin, aku Rey,” kata pemuda itu menjulurkan tangannya ke arah Fani.
“Kenapa kamu di sini? Bukannya seluruh penduduk Negeri Mimpi marah padaku atas kesalahanku itu?” tanya Fani dengan wajah sedih.
“Ya, itu memang benar. Aku sebenarnya juga marah sama kamu, tapi aku gak tega aja liat nasib kamu. Aku gak bisa ngebayangin kalau aku yang ada di posisi kamu, aku mau kok bantu kamu menyelesaikan masalah ini,” sahut Rey.
“Beneran? Kamu yakin masalah ini dapat diselesaikan hanya dengan kedua tangan kita berdua?” tanya Fani.
“Sebenarnya sih sangat mustahil, tapi kita wajib mencoba,” jawab Rey sambil tersenyum ke arah Fani.
Fani senang karena ia sekarang telah memiliki seseorang yang berada di pihaknya. Di tengah kesenangan itu, tiba-tiba Regina datang dan mengarahkan tongkat ularnya ke arah pohon di belakang Fani dan Rey. Mereka kaget dengan kehadiran penyihir jahat itu, kemudian Fani dan Rey lari menjauhi Regina.
“Fani, ayo cepat lari! Kita lari ke rumahku saja!” ajak Rey.
Mereka berdua lari dengan nafas terengah-engah. Di tengah jalan, sebilah kayu menghalangi kaki Fani untuk melangkah. Fani terjatuh mengeluh kesakitan, sementara Regina terlihat semakin dekat dari kejauhan.
“Fani, ayo lari!” perintah Rey.
“Kakiku sakit, rasanya tidak mungkin lagi aku lari. Tinggalkan aku di sini dan selamatkan dirimu  Rey!” kata Fani.
“Tidak mungkin aku melakukan tindakan bejat seperti itu,” jawab Rey.
Rey kemudian memutuskan untuk menggendong fani di bahunya.Ia lari sekuat tenaga melewati berbagai pohon yang menghadang. Rumah Rey sudah tampak di depan mata, Rey dengan semangat lari ke arah rumahnya. Namun, cahaya hijau jamrud tiba-tiba muncul dari tongkat ular Regina dan mengarah ke tubuh Rey. Tubuh Rey serasa lemas tak berdaya. Pandangannya mulai kabur, ia hanya melihat sekelilingnya berubah menjadi warna putih terang yang menyilaukan mata. Fanipun  menangis di atas tubuh Rey, kemudian ia mendengar bisikan suara yang tampaknya itu adalah suara ibu Fani yang mencoba membangunkannya. Mata Fani terbuka, ia sadar bahwa sekarang ia sudah ada di atas kasurnya yang lembut dan hangat. Terlihat ibu dan ayah Fani tersenyum ke arahnya. Fanipun langsung memeluk mereka.
“Ibu, ayah, aku merindukan kalian,” kata Fani sambil menangis dan merangkul kedua orang tuanya.
“Kami berdua juga merindukanmu Nak, kami sangat mengkhawatirkanmu,” balas kedua orang tuanya.
Fani bahagia karena sekarang ia berada di dunia nyata. Tempat dimana ia seharusnya berada bersama keluarganya,teman-temannya, dan sanak saudara.
Sejak saat itu, Fani sangat takut ketika ia hendak tidur. Ia tidak mau kembali ke Negeri Mimpi itu, ia ingin kehidupannya kembali normal seperti dulu, dan pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak tidur. Fani sudah berusaha tidak tidur selama 3 hari, matanya sembam bak bulan mengantuk. Namun takdir pada akhirnya membawa ia kembali ke Negeri Mimpi. Fani tertidur di atas sofa ruang tamu, ia sudah tidak tahan dengan rasa kantuk yang luar biasa itu.
Fani membuka matanya perlahan dan ia melihat sebuah perapian hangat di depannya, ternyata ia sudah berada di rumah Rey. Ia melihat Rey sedang belajar bersama seorang temannya di atas sofa. Fani mencoba bangkit dari tidurnya dan pergi ke arah Rey.
“Rey, maafkan aku. Aku sudah membuatmu celaka waktu itu. Gara-gara aku kamu jadi di serang oleh Regina,” kata Fani sambil menundukkan kepala.
“Oh, jadi ini yang namanya Fani. Perkenalkan namaku Derby, aku teman Rey sejak kecil. Rey sudah menceritakan semuanya padaku,” kata Derby sambil tersenyum.
“Rey juga sudah menceritakan tentang aku yang mencelakakannya?” tanya Fani.
“Rey itu cowok yang baik, pemalu, dan tertutup. Dia tidak pernah menyalahkanmu tentang kecelakaan itu,” sahut Derby.
Fani langsung bersujud di kaki Rey dan meminta maaf sambil meneteskan air mata. Dan saat itulah Fani sadar bahwa Rey kehilangan kaki kanannya. Fani semakin tak kuasa menahan tangisnya, hatinya tersentuh, ia merasa sangat bersalah. Tangan Rey mengusap air mata Fani dan mencoba menenangkan Fani.
“Gara-gara kecelakaan itu kamu jadi kehilangan kaki kananmu? Iya kan?” tanya Fani sambil menangis.
“Sudahlah Fani, ini bukan salahmu. Reginalah yang menyebabkan aku kehilangan kaki kananku. Lagian kata tabib, tidak lama lagi kakiku akan tumbuh kembali,” jawab Rey.
Fani kaget dengan jawaban Rey, ia heran mengapa kaki bisa tumbuh kembali. Tapi, kemudian ia sadar bahwa ia sedang berada di Negeri Mimpi yang semuanyapun bisa terjadi di sini.
Beberapa jam kemudian, Derby mengajak Fani dan Rey jalan-jalan. Ia ingin memberitahukan keindahan Negeri Mimpi pada Fani. Dengan senang hati Fanipun menerima ajakan Derby. Rey juga tetap semangat untuk jalan-jalan, meski tanpa kaki kanannya. Rey duduk di kursi roda yang di dorong oleh Fani dan Derby. Mereka bertiga jalan-jalan di atas bukit yang sangat indah dengan bunga-bunga yang bernyanyi merdu. Perasaan Fani sangat senang, kalau saja dia tidak membuat penyihir jahat keluar dari kurungannya, pasti ia akan sangat ingin masuk ke Negeri Mimpi disetiap tidurnya. Sepanjang perjalanan, Fani dan Derby semakin akrab. Mereka bercanda, bernyanyi bersama, dan saling menceritakan tentang perbedaan dunia nyata dan mimpi. Sementara Rey hanya terpaku duduk di atas kursi rodanya. Entah mengapa hatinya merasa sakit ketika melihat Fani dan Derby sangat akrab.
Waktu bergulir begitu cepat, dan membawa mereka bertiga ke sebuah danau yang berisi jutaan peri. Fani terpesona melihat peri-peri mungil cantik yang sedang bermain air di danau.
“Apa aku tidak salah lihat? Itu peri? Ini benar-benar negeri yang menakjubkan,” kata Fani dengan senyum manis di bibirnya.
“Iya, peri-peri itu selalu bermain air setiap harinya, dan selalu melukiskan senyum di bibirnya setiap saat,” kata Rey.
“Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada peri-peri itu setelah Regina berhasil menguasai Negeri Mimpi ini,” kata Fani sambil menundukkan kepalanya.
“Tenang Fani, kita berdua pasti membantumu untuk menyelesaikan masalah ini. Ya kan Rey?” sahut Derby sambil tersenyum ke arah Rey.
“Ya, tentu,” jawab Rey.
Mereka bertiga merencanakan tentang perlawanan mereka terhadap si penyihir jahat. Tetapi tidak satupun dari mereka yang memiliki ide tentang perlawanan terhadap sang penyihir. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Rey, karena ternyata hari sudah semakin gelap. Di perjalanan menuju ke rumah Rey, Derby terlihat gugup sambil mengeluarkan sebuah mahkota indah yang terbuat dari rangkaian ilalang dan bunga kering dari dalam tasnya.
“Fan, ini untukmu. Tadi di sekitar danau aku menemukan sekumpulan ilalang dan bunga kering, lalu aku membuat mahkota ini untukmu. Kamu pasti tambah cantik dengan mahkota ini,” kata Derby sambil memberikan rangkaian mahkota kepada Fani.
“Terima kasih, mahkota ini sangat cantik,” jawab Fani dengan tersenyum malu.
Di sisi lain, hati Rey terasa sangat sakit. Ia hanya dapat tersenyum dibalik tangisan hatinya. Ia lebih memilih untuk diam selama perjalanan ke rumah.
Mereka tiba di rumah Rey tepat saat matahari sudah menutup wajahnya. Ketika meraka membuka pintu rumah, terlihat meja dan kursi yang sudah berserakan, di sudut rumah tampak orang tua Rey menangis di atas tubuh mungil anak perempuan.
“Ayah, Bu, apa yang telah terjadi?” tanya Rey sambil merangkul kedua orang tuanya.
“Nak, tadi Regina datang ke sini. Ia merusak rumah kita. Dia juga membunuh beberapa tetangga kita, dan dia juga telah membunuh Raisha,” jawab Ibunya.
Pada saat itu Rey seperti disambar petir, ia tidak sanggup melihat tubuh adiknya terkulai lemas di lantai dengan lumuran darah yang keluar dari mulutnya. Hati Rey sekarang penuh dengan dendam dan kebencian. Ia benar-benar sangat ingin membunuh Regina.  Ia memandang ke langit-langit yang rusak akibat ulah Regina. Tiba-tiba kakinya terasa sakit, Rey menjerit hingga urat nadi di lehernya tampak timbul seperti ulat yang bercabang-cabang. Sedikit demi sedikit sel-sel kaki kanan Rey mulai menyatu, tulang-tulang kakinya mulai memanjang, kemudian tumbuh daging yang menyelimuti kerangka tulang itu, dan yang terakhir muncullah kulit kuning langsat yang mulai menyatu dengan segumpal daging yang telah tumbuh. Kaki Rey telah tumbuh kembali, ia mulai bisa berjalan seperti keadaan normal. Mata Rey mulai meneteskan air mata, air mata haru yang masih dihiasi kesedihan akan kematian adiknya.
Tak lama kemudian, Rey keluar dari rumahnya yang kemudian disusul oleh Fani dan Derby. Ia membunyikan sebuah peluit yang terletak di dinding luar rumahnya. Tiba-tiba awan berdatangan menyelimuti gelapnya langit pada malam itu. Segerombolan orang datang menuju rumah Rey. Ternyata peluit itu adalah peluit pemanggil penduduk. Setiap rumah terdapat satu peluit yang dapat digunakan untuk memanggil seluruh penduduk Negeri Mimpi. Setelah seluruh penduduk berkumpul, Rey langsung memberitahukan kejadian yang telah terjadi, dan ia mengajak seluruh penduduk untuk ikut serta melawan si penyihir jahat.
“Kita tidak bisa tinggal diam! Sebelum korban semakin banyak, kita harus segera mengatasi masalah ini,” kata Rey kepada penduduk.
“Setuju! Tapi bukankah gadis itu yang seharusnya menyelesaikan masalah ini? Dialah yang membuat Regina keluar dari kurungannya!” kata salah satu penduduk Negeri Mimpi.
“Pak, maafkan aku. Aku tahu ini semua salahku. Aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini. Tapi rasanya tidak mungkin jika hanya aku saja yang melawan Regina. Regina itu penyihir yang sangat jahat dan hebat, sedangkan aku? Aku tidak memiliki kekuatan sedikitpun. Aku berharap kalian dapat membantuku,” kata Fani sambil menangis.
Seluruh penduduk Negeri Mimpi akhirnya mau membantu Fani. Mereka semua berencana untuk menyerang kerjaan sang penyihir yang terletak di atas Gunung Misteri besok malam.
Setelah rencana telah ditetapkan, penduduk Negeri Mimpi pulang ke rumah mereka masing-masing. Setelah penduduk pulang, keluarga Rey memakamkan Raisha di belakang rumah mereka. Keluarga Rey merasa sangat kehilangan sosok gadis kecil mungil yang penuh dengan canda tawa itu. Setelah selesai pemakan, mereka masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di sofa sambil termenung. Di sisi lain Fani bingung tentang apa yang harus ia perbuat, dia sama sekali tidak tahu harus membantu penduduk Negeri Mimpi dengan cara apa.
“Fan, kenapa kamu kelihatan bingung gitu?” tanya Rey.
“Aku merasa gak berguna Rey, aku gak bisa bantu kalian. Aku gak punya kekuatan sihir, aku gak bisa apa-apa. Aku hanya menambah beban kalian saja. Padahal akulah yang memulai malapetaka ini,” jawab Fani
“Jangan berkata seperti itu, kamu berguna kok. Sudah! Sekarang kita harus siap-siap untuk besok malam,” kata Rey.
Mereka bertiga sibuk mempersiapkan perang untuk besok malam. Rey berlatih mantra perang, Fani sedang memikirkan taktik perang, dan Derbi sedang sibuk berkonsentrasi mencoba mengetahui tentang hasil akhir perang.
“Bagaimana Derby? Apa kamu berhasil membaca akhir dari perang besok malam?” tanya Rey.
“Belum, kau tahu sendiri kan di sekolah aku termasuk siswa yang selau mendapat nilai F,” jawab Derby dengan wajah kesal.
”Kau bisa membaca masa depan?” tanya Fani.
“Ya, aku sekolah di jurusan membaca pikiran. Di Negeri Mimpi hanya terdapat satu sekolah yang terdiri dari empat jurusan, yaitu jurusan mantra sihir, membaca pikiran, hipnotis, dan daya cepat. Rey masuk ke jurusan mantra sihir, dan dia sangat mahir tentang itu,” jawab Derby sambil tersenyum kepada Fani.
Fani sangat tertarik dengan semua jurusan yang diajarkan di Negeri Mimpi ini. Dia berfikir andai saja di dunia nyata ada sekolah yang terdapat jurusan-jurusan seperti itu.
Malam semakin larut, Fani berkeliling di rumah Rey dan ia menemukan sebuah rak buku yang penuh dengan buku tua kusam di dalamnya. Ia mengambil satu buku tentang mantra-mantra. Fani mulai membuka buku tersebut dan mempelajarinya. Sebelum itu, ia melihat ke sekeliling rumah untuk memastikan keadaannya aman. Ia melihat Rey sedang sibuk menulis di selembar kertas putih, dan Derby yang sudah terlentang di atas sofa. Fani mempelajari mantra-mantra tersebut dengan penuh semangat hingga ia tertidur di atas buku mantra itu.
Keesokan harinya, mereka bertiga pergi ke pasar untuk membeli makanan. Di tengah pasar, terdapat sebuah atraksi sulap yang sangat memikat hati Fani.
“Fan, ini nih trik yang akan kamu dapat kalau kamu bersekolah di jurusan daya cepat. Sebenernya aku sangat menginginkan jurusan ini, namun ayahku memaksaku untuk memilih jurusan membaca pikiran. Karena jurusan yang aku ambil tidak sesuai dengan keinginanku, akhirnya aku sulit untuk menyerap pelajaran yang aku dapat di jurusan membaca pikiran, dan akhirnya aku selalu dapa nilai F deh,” kata Derbi sambil menunduk malu.
“Jangan menyerah Derbi, tetap semangat!” kata Fani.
Mereka terus berjalan menyusuri keramaian pasar untuk mencari makanan.. Ketika tiba di sebuah warung yang menyediakan berbagai macam makanan, mereka bertiga langsung memesan makanan dan melahap makanan tersebut. Setelah merasa kenyang, mereka hendak kembali ke rumah Rey. Tiba-tiba mata Fani terpikat dengan suatu toko tua di pinggir jalan yang menyediakan berbagai tongkat sihir. Fani mengajak Rey dan Derby untuk mampir ke toko itu. Fani ingin memiliki sebuah cindera mata dari Negeri Mimpi ini untuk dibawa pulang ke dunia nyata. Fani membeli tongkat sihir kayu yang diujungnya terdapat bulu burung cendrawasih yang berwarna biru laut.
Hari sudah semakin gelap, semua penduduk sudah berkumpul di rumah Rey. Sebelum berangkat berperang, seluruh penduduk mengadakan ritual agar mereka semua diselamatkan dari kejahatan sang penyihir jahat. Setelah ritual selesai, mereka semua berangkat ke Gunung Misteri dengan menggunakan transportasi yang terlihat seperti kereta kuda.
Fani, Rey, dan Derby berada di satu kereta kuda. Wajah mereka tampak gugup bercampur takut. Fani duduk melamun, Derby tampak gelisah sambil memegang buku tentang cara membaca masa depan, sedangkan Rey menundukkan kepala sambil memegang sepucuk kertas putih yang ia tulis tadi malam.
“Fan, sebelum perang ini dimulai, aku mau mengatakan satu hal kepadamu. Aku suka sama kamu,” kata Derby sambil menatap Fani cemas.
Fani kaget dan menundukkan kepalanya, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Di sisi lain, Rey merasa sangat sedih. Ia memasukkan kertas yang dipegangnya ke dalam saku jaketnya. Tidak sengaja dia meneteskan air mata, dan air matanya mengenai Derbi.
“Rey, kamu menangis?” tanya Derby.
“Tidak, mungkin mataku terkena debu,” jawab Rey.
Sepanjang perjalanan, suasana menjadi hening dan sunyi setelah Derby menyatakan perasaannya pada Fani. Mereka bertiga saling tidak bicara, sampai pada akhirnya kereta berhenti yang menandakan mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Derbylah yang pertama turun dari kereta, kemudian disusul oleh Fani. Namun, ketika Fani hendak turun dari kereta, tangan Rey menarik tangan Fani.
“Fan, aku berharap di perang ini kita yang menang, agar kamu bisa segera terlepas dari rasa bersalahmu. Aku punya sesuatu untuk kamu, ambil ini,” kata Rey sambil mengeluarkan kertas putih yang tadi ia masukkan ke dalam saku jaketnya.
“Apa ini?” tanya Fani dengan wajah kaget.
“Kamu buka sendiri nanti, kamu harus baca setelah perang ini berakhir. Ingat sekali lagi, bacalah di Negeri Mimpi ini sebelum kamu  pulang ke duniamu, aku akan menunggumu,” kata Rey.
Fani bingung dengan kata-kata Rey, namun kebingungan itu serasa hilang setelah perang di mulai. Gemuruh mantra diucapkan tanpa henti, berbagai macam api yang keluar dari tangan prajurit Regina berusaha melukai penduduk Negeri Mimpi. Regina menyihir batu-batu agar terlempar ke para penduduk. Ia juga menyihir berbagai macam binatang menjadi tumbuh besar sekali dan menjadi jahat.
Satu per satu penduduk Negeri Mimpi meninggal dalam peperangan, sekarang Regina sangat yakin bahwa dia akan memenangkan peperangan ini. Rey dan Derby tetap semangat dalam perang ini, mereka tidak putus asa untuk menegakkan kebenaran. Fanipun juga demikian, meski ia tidak memiliki kekuatan sihir, tetapi dia berusaha melawan prajurit Regina dengan semampunya.
Tiba-tiba terdengar suara harimau raksasa yang berada tepat di belakang Fani. Fanipun lari dengan kencang untuk menghindari sang harimau. Fani memukuli harimau itu dengan berbagai ranting yang ia temukan di atas jalan. Harimau itu marah dan semakin mengejar Fani, hingga pada akhirnya Fani terperangkap antara jalan buntu dan sang harimau.
Fani menangis, ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Yang ada di benaknya sekarang adalah rasa penyesalan karena dia sudah membuat suatu kesalahan besar dalam hidupnya. Kecerobohannya telah membuat hidup orang lain susah. Dan yang paling ia takuti, ia tidak bisa lagi bertemu dengan kedua orang tuanya.
Desah nafas harimau semakin terdengar dekat dengan dirinya. Namun Rey mengucapkan mantra ke arah harimau tersebut, sehingga harimau itu berubah menjadi seekor kucing. Fani menghela nafasnya dan berterima kasih pada Rey.
“Aku akan selalu melindungimu,” kata Rey sambil mengelus rambut Fani.
Peperangan belum juga selesai, penduduk masih melawan para prajurit. Kegigihan penduduk Negeri Mimpi mebuat Regina marah dan akhirnya ia memutuskan turun dalam peperangan. Langit menjadi hitam kelam tak berawan, bintang-bintang berjatuhan dari tempatnya, angin semilir membangunkan rasa mistis. Regina berjalan mendekati Fani dan menodong wajahnya dengan tongkat ularnya.
“Hai anak manis, sekarang aku tidak akan membiarkanmu lolos dariku untuk yang kedua kalinya. Aku akan membunuhmu!” teriak Regina sambil membaca mantra kematian.
Namun, Fani bergerak cepat dan mengeluarkan tongkat sihirnya yang ia beli di pasar tadi pagi.
 Selena sanatar,” sebuah mantra keluar dari bibir mungil Fani sambil menodongkan tongkat sihirnya ke arah Regina.
Regina terlempar ke puncak gunung, kemudian gunung itu terbang dan berbalik menindihi tubuh Regina. Semua prajurit Reginapun musnah dari hadapan penduduk. Perang telah selesai, Fani telah berhasil melunasi hutangnya kepada Negeri Mimpi. Penduduk Negeri Mimpi akhirnya dapat memaafkan Fani.
Setelah perang selesai, Fani, Rey, dan Derby pulang ke rumah Rey.
“Waw, keren! Dari mana kamu belajar mantra kutukan gunung?” tanya Derby dengan wajah kagum.
“Aku mempelajarinya dari buku milik Rey,” jawab Fani sambil tersenyum ke arah Rey.
Waktu semakin cepat bergulir, keluarga Rey ingin membuat suatu pesta perpisahan untuk Fani. Ketika pesta perpisahan berlangsung, Fani menggunakan gaun rajutan ibu Rey. Ia terlihat sangat cantik sehingga membuat Rey dan Derby terpesona melihatnya.
“Apakah kamu sudah membacanya?” kata Rey malu-malu.
Ketika Fani hendak menjawab pertanyaan dari Rey, dia mendengar suara ayahnya yang membangunkan dirinya.
“Fan, kamu kok tidur di sofa? Ayo kembali ke kamarmu sana!” kata ayah Fani.
Fani sekarang sadar bahwa ia sudah berada di dunia nyata. Ia tidak akan pernah kembali ke Negeri Mimpi itu lagi, karena urusannya di negeri itu telah selesai. Fani melihat ada sebuah kertas di genggaman tangannya. Kertas itu adalah kertas yang diberikan Rey pada saat akan perang. Rey menyuruh fani membaca kertas itu sebelum ia pergi ke dunia nyata, namun Fani belum sempat membacanya di Negeri Mimpi, dan ia sangat menyesal. Akhirnya ia mulai membaca isi dari secarik kertas putih itu.

Hai fani.
Seumur hidupku aku belum pernah merasakan rasa seperti ini. Aku bingung dengan perasaanku ini. Berawal dari pertemuan pertama kita di balik pohon, dan berujung di peperangan yang sangat memacu adrenalin.
Aku menyukaimu, aku ingin sekali mengungkapkan ini semua padamu. Namun apa daya aku tidak memiliki keberanian seperti yang dimiliki Derbi. Jujur aku sangat cemburu ketika kamu dekat bersama Derby, aku sempat berfikir untuk tidak mengatakan semua ini padamu. Tapi aku yakin, aku pasti menyesal jika tidak memberitahumu tentang perasaanku ini.
Aku tahu kita berbeda, bukan hanya beda kota, atau beda agama, tapi kita beda dunia. Kita tidak akan pernah bersatu. Tapi hatiku mengatakan bahwa kamu juga mencintaiku. Aku mempunyai satu permintaan sebelum kamu pergi. ‘AKU JUGA MENCINTAIMU’, hanya kata itu yang aku tunggu di ujung pertemuan kita. Aku akan menunggumu.

Tetes demi tetes air mata Fani jatuh di atas coretan pena kertas itu, ia sangat menyesal karena ia belum sempat mengatakan bahwa ia juga mencintai Rey, yang mungkin merupakan cinta pertama baginya.
Setiap malam Fani selalu berdoa agar ia dapat bermimpi masuk ke dalam Negeri Mimpi lagi. Namun takdir berkata lain, Fani tidak pernah memimpikan Negeri yang penuh cinta itu. Cinta pertamanya hanya bisa ia lihat di dalam kenangan dan khayalannya.

KARYA     : ANNISA SARFINA DJUNAEDY
                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar